SalmanAl-Farisi. mselim3 4:27 PM. mselim3. Salman Al-Farisi adalah salah satu daripada Sahabat Nabi. Salman Al-Farisi adalah sahabat yang paling menonjol dan sangat-sangat disayangi oleh Rasullulah saw disebabkan kerana keberanian ,keikhlasan serta sifat zuhud terhadap kesenangan dunia. Salman Al-Farisi seorang sahabat yang sangat kuat
SALMAN Al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang Khandaq. Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci. Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’. ”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. . ,” girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. ”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.,” fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni. ”Adalah kehormatan bagi kami,” ucap tuan rumah,” menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya. ”Maafkan kami atas keterusterangan ini,” kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.” Keterusterangan yang di luar perkiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Namun mari kita simak apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini ”Allahu Akbar!” seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda,’ dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!” Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu paham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat paham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya. “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari] [] Sumber Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah SAW karya Khalid Muhammad KhalidDiponegoro Bandung
KISAHCINTA - SALMAN AL-FARISI.RA dan ABU DARDA.RA - YouTube. Salman Al - Farisi By : tutor 4 8c. Kisah Salman Al Farisi, Ahli Strategi Perang dari Persia. Kajian Ramadhan 1442 H: Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Bernama Salman Al Farisi - Pikiran Rakyat Sumedang. Baca Online Ebook Salman Al Farisi | Ebook Anak
loading...Kisah cinta Salman Al Farisi adalah perasaan cinta karena iman, sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Foto ilustrasi/ist Mungkin kita sering mendengar ada teman atau sahabat menelikung cinta ? Atau kala harus menghadapi kenyataan pahit bahwa orang yang kita cintai justru memilih sahabat sendiri untuk dinikahi? Tak terbayang bagaimana perasaan tahukah muslimah? Ternyata kisah seperti itu sudah terjadi lebih dari tahun yang lalu. Kisah dari sahabat Rasulullah, Salman Al-Farisi, yang darinya kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah terpuji sebagai seorang mukmin tersebut termaktub dalam kitabShifat al-Shafwahkarya Ibnu al-Jauzi.Baca juga Inilah Pintu - pintu Surga untuk Perempuan Kisah itu dimulai saat Salman Al-Farisi, anak seorang bangsawan , bupati, di daerah kelahirannya, Persia . Ketika sudah memasuki usia yang cukup untuk menikah. Hati Salman kepincut perempuan Anshar. Yakni perempuan asli kelahiran Madinah. Di kalangan kaum Anshar , Salman sejatinya dianggap sebagai keluarga mereka. Demikian juga kaum Muhajirin . Pendatang dari Makkah ini juga menganggap Salman bagian dari kaum bagaimana pun, Madinah bukanlah tempat ia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka, disampaikanlah gejolak hati itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.Baca juga Hakikatnya untuk Diri Sendiri, Maka Berikan Sedekah dengan Harta Terbaik Abu Darda pun sangat senang mendengar kabar dan niat baik sahabatnya itu. “Subhanallah, Walhamdulillah,”ujar Abu Darda mengungkapkan kegembiraannya. Dan ketika itu pula, Salman Al Farisi bermaksud melamar gadis pujaan hatinya itu. Dia mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya. Abu Darda merasa tersanjung dengan ajakan Salman itu. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia segala sesuatunya dianggap beres, keduanya pun mendatangi rumah sang gadis. Selama perjalanan, mereka tampak gembira. Setiba di tujuan, keduanya diterima dengan tangan terbuka oleh kedua orang tua wanita Anshar tersebut.Baca juga Mihnah, Pelengkap Busana Muslimah yang Penting Diketahui Abu Darda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk maksud mereka melamar putrinya, membuat tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak serta merta menerima lamaran itu. Sebagaimana diajarkan Rasulullah, sang ayah harus bertanya dulu bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara penuh.Baca juga Babak Baru UU Cipta Kerja, 40 Aturan Turunan Dikejar Demi Diterima Buruh Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Gadis ini juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang jantung Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya. Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.Baca juga Waspadai Pancaroba, Dosen Ini Ingatkan Pentingnya Jaga Imunitas Tubuh “Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar tak sabar. Perasaan tegang dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka berdua.“Karena kalian berdua yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi,” katanya.Baca juga Aksi Gerakan Saling Berbagi Digelar di Depok, Warga Ikutan Taruh Bahan Pangan Keterusterangan yang di luar prediksi. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Hal Ironis sekaligus indah. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati.
Salmanjuga berdiri di samping Rasulullah menyaksikan cahaya dan mendengar berita gembira itu. Dia masih hidup ketika ramalan itu menjadi kenyataan. Ia melihat, mengalami, dan merasakan sendiri. Kota-kota di Persia dan Romawi, dan mahligai istana di Shan'a, di Mesir, di Syria dan di Irak berada di bawah panji-panji Islam.
Home Hikmah Senin, 10 Agustus 2020 - 2011 WIBloading... Salman Al-Farisi RA dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang Khandaq. Foto Ilustrasi/Ist A A A Salman Al-Farisi سلمان الفارسي radhiyallahu 'anhu RA, seorang sahabat Nabi bekebangsaan Persia. Di kalangan sahabat lainnya beliau dipanggil dengan nama Abu Abdullah. Salman Al-Farisi juga dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang sahabat Nabi yang mulia, Salman Al-Farisi ternyata memiliki karomah yang merupakan anugerah dari Allah Ta'ala. Salah satu karamah Salman dikemukakan dalam Kitab Hujjatullah 'ala Al-Alamin dan juga dikemukakan oleh Syeikh Abdul Majid Al-Khan Al-Dimasyqi dalam Kitabnya Al-Hadaiq Al- Wardiyyah fi Ajla'i Al-Thariqah al-Naqsyabandiyyah. Baca Juga Suatu hari Salman RA keluar dari Madain bersama seorang tamu. Tiba-tiba ada sekawanan kijang berjalan di padang pasir dan burung-burung beterbangan di angkasa. Salman kemudian berkata, "Kemarilah wahai burung dan kijang, karena aku kedatangan seorang tamu yang sangat ingin aku muliakan. Maka datanglah seekor burung dan kijang kepadanya. Tamu itu berkata "Subhanallah" Maha Suci Allah.Lalu Salman berkata kepadanya, "Apakah engkau heran melihat seorang hamba yang taat kepada Allah, tetapi ia didurhakai oleh sesuatu?" Kisah lain diceritakan ketika Harits bin Amir melakukan perjalanan sampai di Madain. Ia bertemu seorang laki-laki berpakaian lusuh membawa kulit yang disamak berwarna merah yang digunakan dalam pertempuran. Laki-laki itu menoleh ke arah Harits, lalu berkata "Tetaplah di tempatmu, ya Abdullah!" Harits bertanya kepada orang di sampingnya, "Siapa orang ini?" Jawabnya, "Salman". Baca Juga Lalu Salman masuk ke dalam rumahnya, dan mengenakan baju putih. la menyambut Harits meraih tangannya, dan menyalaminya. Harits lalu berkata, "Ya Abu Abdullah Salman Al-Farisi , engkau belum pernah bertemu denganku sebelumnya, dan aku juga belum pernah bertemu denganmu. Engkau tidak mengenalku, begitu juga aku tidak mengenalmu". Salman menjawab "Ya, demi Zat yang menguasai jiwaku. Ruhku telah mengenal ruhmu ketika aku bertemu denganmu. Bukankah engkau Harits bin Amir?" Harits menjawab "Ya." Salman menegaskan, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda "Ruh-ruh itu laksana tentara yang berperang. Tentara yang dikenal adalah kawan dan yang tak dikenal adalah lawan". Diriwayatkan oleh Syeikh Abdul Majid dari Abu Na'imSelain itu, Qais menceritakan bahwa ketika Salman dan Abu Darda' RA sedang makan dalam piring besar tiba-tiba makanan di atas piring itu bertasbih mengucap "Subhanallah" Maha Suci Allah. Demikian kisah karomah sahabat Salman Al-Farisi RA . Inilah keistimewaan para sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Semoga Allah meridhai mereka. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs karamah kisah salman alfarisi sahabat nabi kisah sahabat nabi salman alfarisi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 21 menit yang lalu 53 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu
BilaAbu Darda' datang, dia menyambut kedatangan Salman dan menjamunya makanan. Salman menyuruhnya makan tetapi Abu Darda' berkata: "Aku sedang berpuasa." "Aku bersumpah tidak akan makan kecuali engkau juga memakannya." Salman bermalam di rumah Abu Darda'. Pada waktu malam, Abu Darda' bangun tetapi Salman memegangnya lalu berkata:
Saat kedatangan Rasulullah ﷺ di Madinah, untuk mempererat persaudaraan antara kaum Muhajirin kelompok pendatang dan kaum Anshor penduduk asli Madinah, Nabi memiliki kebijakan untuk mempersaudarakan al-ikha’ setiap orang. Salman Al-Farisi dengan nama barunya ini pun tidak luput dari kebijakan tersebut. Di Madinah, Salman diikat persaudaraan dengan Abu Darda’, seorang penduduk asli yang sangat rajin beribadah. Bahkan dalam riwayat Imam al-Bukhari Hadist no. 1867 dari riwayat Juhaifah RA disebutkan bahwa ibadah Abu Darda’ masuk pada kategori ekstrem. Padahal, pemahaman dan perilaku agama yang ekstrem tidak dianjurkan. Rasulullah ﷺ pernah menegur sahabat Mu’adz bin Jabal ketika menjadi imam salat karena berlama-lama dengan bacaan surat yang begitu panjang. Hal yang menunjukkan bahwa pada tataran kecil saja, Nabi begitu memerhatikan aspek keseharian para Sahabatnya. Hal yang sama terjadi dengan Abu Darda’, sahabat yang terla dan bertamulu giat dalam ibadah. Salman baru mengetahui hal itu saat mengunjungi kediaman Abu Darda’. Salman heran melihat kelakuan dan penampilan Ummu Darda’, istri Abu Darda’, yang murung dengan pakaian kumal tidak terawat. Salman pun bertanya kepada Ummu Darda’. “Apa yang terjadi padamu?.” “Lihatlah itu saudaramu,” kata Ummu Darda’, “dia tidak lagi membutuhkan dunia. Lalu untuk apa aku perlu memperhatikan diriku di hadapannya?” Abu Darda’ adalah salah satu sahabat Nabi yang selalu berpuasa setiap hari, shalat sepanjang malam, sampai keluarganya tidak pernah diperhatikan. Melihat perilaku istri Abu Darda’, Salman berkesimpulan Abu Darda’ tidak peduli dengan keluarganya sendiri dan lebih memilih untuk selalu beribadah. Tak berselang lama Abu Darda’ datang membawa makanan dan mempersilakan saudaranya ini makan. “Makanlah, aku sedang berpuasa,” kata Abu Darda’ sedikit acuh. Mendengar itu, Salman sedikit terkejut. Jika Abu Darda’ selalu berpuasa, bagaimana ia memenuhi kebutuhan lahir-batin istrinya?. Akhirnya Salman pun berkata. “Aku tidak akan makan kecuali kamu ikut makan,” kata Salman. Karena tidak enak dengan kunjungan saudaranya, dan setiap Muslim harus memuliakan tamunya, maka Abu Darda’ akhirnya makan memilih makan dan membatalkan puasanya. Baca Juga Sa’ad bin Ubadah Sahabat yang Gemar Sedekah Hal ini terus berlangsung setiap kali Salman mengunjungi kediaman Abu Darda’. Bahkan pada suatu malam, Abu Darda’ dengan entengnya meninggalkan pertemuan dengan Salman di rumahnya. “Engkau pasti lelah, tidurlah di ruang ini.” Ia beranjak sembari mengenakan pakaian untuk salat sunnah dan berdzikir sepanjang malam. Salman pun menegur. “Tidurlah Abu Darda’.” Tentu saja teguran ini didasari setelah memperhatikan bahwa Abu Darda’ sebenarnya sudah sangat letih. Abu Darda’ pun tidur. Karena takut bahwa saudaranya akan bangun lagi dan akan melaksanakan salat lagi, Salman memilih tidak pulang. Benar saja, tidak berselang lama Abu Darda’ terbangun dan ingin melakukan salat lagi. Baru akan bangun dari tempat tidurnya, Salman langsung menegur kembali, “Tidurlah.” Abu Darda’ lalu tidur kembali. Ketika sudah sepertiga malam, Salman yang semalaman menunggu tidur Abu Darda’ pun membangunkannya. “Nah, sekarang bangunlah,” kata Salman sambil mengajak salat bersama. Ketika shalat malam selesai, Salman pun menegur saudaranya ini. “Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak atasmu yang harus kau tunaikan, dan dirimu punya hak atasmu yang harus kau tunaikan, badan dan matamu memiliki hak untuk istirahat, dan keluargamu punya hak atasmu yang harus kau tunaikan,” kata Salman. Salman melanjutkan, “Tunaikanlah hak-hak tersebut kepada setiap pemiliknya.” mengakhiri pembicaraan malam itu. Beberapa hari kemudian akhirnya Abu Darda’ mengadu kepada Rasulullah ﷺ prihal Salman yang membuat agendanya hariannya puasa batal dan shalat jadi berkurang. Namun hal yang disampaikan Salman dibenarkan Rasulullah ﷺ. Hal yang menunjukkan bahwa ibadah yang melebihi batas merupakan tindakan yang tidak diperkenankan. Karena saat menegur Mu’adz, sahabat yang suka berlama-lama dalam salat seperti kisah sebelumnya, Rasulullah ﷺ pernah berpesan. “Permudahlah dan jangan mempersulit, kabarkanlah kegembiraan dan jangan memberitakan ancaman, bersepahamlah dan jangan berselisih.” Maukah sahabat jadi bagian dari GYD Generasi Yang Dermawan untuk mensejahterakan anak-anak yatim dan dhuafa? Yuk tunaikan zakat, inaq-sedekah maupun wakaf di link kebaikan di bawah ini

Begitulahsifat rendah hati seorang Salman Al-Farisi, dari kerendahan hatinya dan kesederhanaannya membuatnya jarang dikenali sebagai seorang amir melainkan seorang fakir miskin. Namun Allah menjamin surga baginya lantaran ia pemimpin yang adil.[] Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/Penulis: Ummu Rumaisha/Penerbit: Al-Qudwah publishing/ Februari

Dari Abdullah bin Abbas Radhiallaahu anhu berkata, “Salman al-Farisi menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Dia berkata, Aku seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. Karena sangat sayangnya aku tidak diperbolehkan keluar rumahnya, aku diminta senantiasa berada di samping perapian, aku seperti seorang budak saja. Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga aku sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam. Ayahku memiliki tanah perahan yang luas. Pada suatu hari beliau sibuk mengurus bangunan. Beliau berkata kepadaku, Wahai anakku, hari ini aku sibuk di bangunan, aku tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau pergi ke sana!’ Beliau menyuruhku melakukan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku keluar menuju tanah ayahku. Dalam perjalanan aku melewati salah satu gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka yang sedang sembahyang. Aku sendiri tidak mengerti mengapa ayahku mengharuskan aku tinggal di dalam rumah saja melarang aku keluar rumah. Tatkala aku melewati gereja mereka, dan aku mendengar suara mereka sedang shalat maka aku masuk ke dalam gereja itu untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan? Begitu aku melihat mereka, aku kagum dengan shalat mereka, dan aku ingin mengetahui peribadatan mereka. Aku berkata dalam hati, Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kita anut selama ini.’ Demi Allah, aku tidak beranjak dari mereka sampai matahari terbenam. Aku tidak jadi pergi ke tanah milik ayahku. Aku bertanya kepada mereka, Dari mana asal usul agama ini?’ Mereka menjawab, Dari Syam Syiria.’ Kemudian aku pulang ke rumah ayahku. Padahal ayahku telah mengutus seseorang untuk mencariku. Sementara aku tidak mengerjakan tugas dari ayahku sama sekali. Maka ketika aku telah bertemu ayahku, beliau bertanya, Anakku, ke mana saja kamu pergi? Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang aku perintahkan itu?’ Aku menjawab, Ayah, aku lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam.’ Ayahku menjawab, Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu.’ Aku membantah, Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita.’ Kemudian ayahku khawatir dengan diriku, sehingga beliau merantai kakiku, dan aku dipenjara di dalam rumahnya. Suatu hari ada serombongan orang dari agama Nasrani diutus menemuiku, maka aku sampaikan kepada mereka, Jika ada rombongan dari Syiria terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya aku diberitahu.’ Aku juga meminta agar apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negrinya, memberiku izin bisa menemui mereka. Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka memberitahu kepadaku. Kemudian rantai besi yang mengikat kakiku aku lepas, lantas aku pergi bersama mereka sehingga aku tiba di Syiria. Sesampainya aku di Syiria, aku bertanya, Siapakah orang yang ahli agama di sini?’ Mereka menjawab, Uskup pendeta yang tinggal di gereja.’ Kemudian aku menemuinya. Kemudian aku berkata kepada pendeta itu, Aku sangat mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di gerejamu, agar aku dapat belajar denganmu dan sembahyang bersama-sama kamu.’ Pendeta itu menjawab, Silahkan.’ Maka akupun tinggal bersamanya. Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak. Aku sangat benci perbuatan pendeta itu. Kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu aku sampaikan kepada khalayak, Sebenarnya, pendeta ini adalah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’ Mereka pun mempertanyakan apa yang aku sampaikan, Apa buktinya bahwa kamu mengetahui akan hal itu?’ Aku menjawab, Marilah aku tunjukkan kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan tersebut kepada kami.’ Lalu Aku memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu. Kemudian mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya. Aku tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu bukan seorang muslim yang lebih bagus dari dia, dia sangat zuhud, sangat mencintai akhirat, dan selalu beribadah siang malam. Maka aku pun sangat mencintainya dengan cinta yang tidak pernah aku berikan kepada selainnya. Aku tinggal bersamanya beberapa waktu. Kemudian ketika kematiannya menjelang, aku berkata kepadanya, Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu lihat, telah menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul kota di Irak, yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!’ Lalu tatkala ia telah wafat, aku berangkat untuk menemui seseorang di Mosul. Aku berkata, Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau memiliki keyakinan sebagaimana dia.’ Kemudian orang yang kutemui itu berkata, Silahkan tinggal bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Aku dapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan Si Fulan kepadaku. Namun ia pun dihampiri kematian. Dan ketika kematian menjelang, aku bertanya kepadanya, Wahai Fulan, ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini taqdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang seperti aku kecuali seorang di Nashibin kota di Aljazair, yakni Fulan. Temuilah ia!’ Maka setelah beliau wafat, aku menemui seseorang yang di Nashibin itu. Setelah aku bertemu dengannya, aku menceritakan keadaanku dan apa yang di perintahkan si Fulan kepadaku. Orang itu berkata, Silahkan tinggal bersamaku.’ Sekarang aku mulai hidup bersamanya. Aku dapati ia benar-benar seperti si Fulan yang aku pernah hidup bersamanya. Aku tinggal bersama seseorang yang sangat baik. Namun, kematian hampir datang menjemputnya. Dan di ambang kematiannya aku berkata, Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewasiatkan aku kepadamu? Sepeninggalmu nanti, kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria kota di Romawi. Orang itu menganut keyakinan sebagaimana yang kita anut, jika kamu berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.’ Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, aku pergi menuju Amuria. Aku menceritakan perihal keadaanku kepadanya. Dia berkata, Silahkan tinggal bersamaku.’ Akupun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan. Di tempat orang itu, aku bekerja, sehingga aku memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Kemudian taqdir Allah pun berlaku untuknya. Ketika itu aku berkata, Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama si Fulan, kemudian dia mewasiatkan aku untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan aku agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku untuk menemuimu, sekarang kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan?dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana!’ Kemudian orang inipun meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, aku masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Pada suatu hari, lewat di hadapanku serombongan orang dari Kalb, mereka adalah pedagang. Aku berkata kepada para pedagang itu, Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka menjawab, Ya.’ Lalu aku memberikan ternakku kepada mereka. Mereka membawaku, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzha-limiku, dengan menjualku sebagai budak ke tangan seorang Yahudi. Kini aku tinggal di tempat seorang Yahudi. Aku melihat pohon-pohon kurma, aku berharap, mudah-mudahan ini daerah sebagaimana yang disebutkan si Fulan kepadaku. Aku tidak biasa hidup bebas. Ketika aku berada di samping orang Yahudi itu, keponakannya datang dari Madinah dari Bani Quraidzah. Ia membeliku darinya. Kemudian membawaku ke Madinah. Begitu aku tiba di Madinah aku segera tahu berdasarkan apa yang disebutkan si Fulan kepadaku. Sekarang aku tinggal di Madinah. Allah mengutus seorang RasulNya, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama, yang aku sendiri tidak pernah mendengar ceritanya karena kesibukanku sebagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika aku berada di puncak pohon kurma majikanku karena aku bekerja di perkebunan, sementara majikanku duduk, tiba-tiba salah seorang keponakannya datang menghampiri, kemudian berkata, Fulan, Celakalah Bani Qailah suku Aus dan Khazraj. Mereka kini sedang berkumpul di Quba’ menyambut seseorang yang datang dari Makkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi.’ Tatkala aku mendengar pembicaraannya, aku gemetar sehingga aku khawatir jatuh menimpa majikanku. Kemudian aku turun dari pohon, dan bertanya kepada keponakan majikanku, Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?’ Majikanku sangat marah, dia memukulku dengan pukulan keras. Kemudian berkata, Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu.’ Aku menjawab, Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan. Padahal sebenarnya saya telah memiliki beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang nabi itu.’ Pada sore hari, aku mengambil sejumlah bekal kemudian aku menuju Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berada di Quba, lalu aku menemui beliau. Aku berkata, Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang shalih, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain.’ Aku pun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, Silahkan kalian makan, sementara beliau tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya. Aku berkata, Ini satu tanda kenabiannya.’ Aku pulang meninggalkan beliau untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun berpindah ke Madinah. Kemudian pada suatu hari, aku mendatangi beliau sambil berkata, Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepada engkau.’ Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pemberianku dan memerintahkan para sahabat untuk memakannya, mereka pun makan hadiahku itu. Aku berkata dalam hati, Inilah tanda kenabian yang kedua.’ Selanjutnya aku menemui beliau Shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berada di kuburan Baqi’ al-Gharqad, beliau sedang mengantarkan jenazah salah seorang sahabat, beliau mengenakan dua lembar kain, ketika itu beliau sedang duduk di antara para sahabat, aku mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian aku berputar memperhatikan punggung beliau, adakah aku akan melihat cincin yang disebutkan Si Fulan kepadaku. Pada saat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melihatku sedang memperhatikan beliau, beliau mengetahui bahwa aku sedang mencari kejelasan tentang sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawanku. Kemudian beliau melepas kain selendang beliau dari punggung, aku berhasil melihat tanda cincin kenabian dan aku yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Maka aku telungkup di hadapan beliau dan memeluknya seraya menangis. Rasulullah bersabda kepadaku, Geserlah kemari,’ maka akupun bergeser dan menceritakan perihal keadaanku sebagaimana yang aku ceritakan kepadamu ini wahai Ibnu Abbas. Kemudian para sahabat takjub kepada Rasulullah shallallohu alaihi wasallam ketika mendengar cerita perjalanan hidupku itu.” Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. “Rasulullah shallallohu alaihi wasallam suatu hari bersabda kepadaku, Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!’ Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam mengumpulkan para sahabat dan bersabda, Berilah bantuan kepada saudara kalian ini.’ Mereka pun membantuku dengan memberi pohon tunas kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon. Setelah terkumpul Rasulullah bersabda kepadaku, Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku.’ Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam dan memberitahukan perihalku. Kemudian Rasulullah shallallohu alaihi wasallam keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon tunas kurma itu kepada beliau dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka, demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati. Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, aku masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas beliau bersabda, Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?’ Kemudian aku dipanggil beliau, lalu beliau bersabda, Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!’ Wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam, bagaimana status emas ini bagiku? Rasulullah menjawab, Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan. Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.” [1] PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK Di antara hasil/buah mentaati kedua orang tua adalah dicintai orang. Masuk penjara, cekal, rantai adalah cara musuh Islam menghalangi kaum muslimin dalam menegakkan agama Allah. Jika gigih memperjuangkan keimanan maka urusan dunia terasa ringan. Berpegang pada keimanan lebih kokoh dari seluruh rayuan. Hendaknya seorang mukmin senantiasa siap mental menghadapi segala kemungkinan. Terkadang orang-orang jahat mengenakan pakaian/menampakkan diri sebagai orang baik-baik. Jalan mencapai ilmu tidak bisa ditempuh melainkan dengan senantiasa dekat dengan orang yang berilmu. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah memberikan jalan keluar dari problematika hidupnya. Takaran keimanan seseorang adalah mencintai dan membenci karena Allah. Di antara akhlak terpuji para nabi adalah mau mendengarkan seseorang yang sedang berbicara dengan baik. Seorang pemimpin hendaknya senantiasa memantau kondisi bawahannya. Diperbolehkan membeli budak dari tawanan perang, menghadiahkan dan memerdekakannya. Saling tolong menolong adalah gambaran dari wujud hidup bermasyarakat. ________________ [1] HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir 6/222; Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat, 4/75; al-Baihaqi dalam al-Kubra, 10/323. [Sumber Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, edisi bahasa Indonesia “61 KISAH PENGANTAR TIDUR Diriwayatkan Secara Shahih dari Rasulullah dan Para Sahabat”, pent. Pustaka Darul Haq, Jakarta] KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28

MakaAbu Darda' pun setelah dinasihati oleh Salman Al-Farisi dengan nasihat seperti itu, mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam dan menyebutkan hal tersebut kepada beliau. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: صَدَقَ سَلْمَانُ "Salman benar." (HR Bukhari)

Salman telah dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan Abu Darda’. Suatu nasehat berharga yang disampaikan Salman pada Abu Darda’ dan wejangan ini diiyakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah supaya Abu Darda’ tidak hanya sibuk ibadah, sampai lupa istirahat dan melupakan keluarganya. Dari Abu Juhaifah Wahb bin Abdullah berkata, آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – صَدَقَ سَلْمَانُ » “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang ziarah ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ istri Abu Darda’ dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” HR. Bukhari no. 1968. Beberapa faedah dari hadits di atas 1- Disyari’atkan mempersaudarakan sesama muslim karena Allah. 2- Disunnahkan pula bertandang berziarah ke saudara muslim dan bermalam di sana. 3- Bolehnya berbicara dengan wanita non mahram ketika ada hajat. 4- Boleh bertanya perkara yang mengandung maslahat walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan orang yang bertanya. 5- Sesama muslim hendaklah saling menasehati apalagi ketika melihat saudaranya keliru atau lalai dari ketaatan. 6- Keutamaan shalat sunnah di akhir malam. 7- Disunnahkan bagi istri untuk berhias diri bagi suaminya. 8- Istri memiliki hak yang mesti dijalani suami yaitu hubungan interaksi yang baik, termasuk pula dalam hal hubungan intim, jatah istri pun mesti diberikan. 9- Bolehnya melarang melakukan perkara sunnah jika sampai terjerumus dalam kekeliruan atau lalai melakukan hal yang wajib. 10- Hadits ini menunjukkan larangan menyusah-nyusahkan memberatkan diri dalam ibadah. 11- Bolehnya membatalkan puasa sunnah. Inilah pendapat jumhur mayoritas ulama dan tidak ada kewajiban qodho’ jika puasa tersebut ditinggalkan. Demikian faedah yang penulis ringkaskan dari penjelasan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari. Sekian sajian singkat dari faedah hadits di atas. Moga bermanfaat bagi pengunjung sekalian. Baca Juga Petuah Abu Qilabah, Balasan Karena Tingkahmu Sendiri Referensi Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H, 4 212. Selesai disusun selepas Ashar sehabis safar dari Surabaya, 26 Syawal 1434 H Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul Artikel Silakan follow status kami via Twitter RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat Kunjungi tiga web kami lainnya 1 Pesantren DarushSholihin, 2 Bisnis Pesantren di 3 Belajar tentang Plastik

. 14 329 383 464 225 309 356 319

kisah salman al farisi dan abu darda